Liputan6.com, Kabul – Upacara pernikahan massal yang melibatkan 50 pasangan digelar di Afghanistan. Upacara seperti ini menjadi lebih umum karena pasangan berpenghasilan rendah berupaya menghindari mahalnya biaya pernikahan tradisional.
“Calon pengantin tidak terlihat di bagian terpisah – hanya setelah makan siang mereka muncul,” lapor media lokal, seperti dilansir BBC, Selasa (26/12/2023).
Acara yang diadakan di Kabul ini diselenggarakan oleh sebuah badan amal yang juga menyediakan barang-barang bagi pengantin baru, termasuk karpet dan peralatan rumah tangga, untuk memulai kehidupan pernikahan mereka.
Seorang pejabat dari Kementerian Peningkatan Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Afghanistan turut serta memberikan sambutan pada upacara pernikahan sederhana tersebut.
Al-Qur’an dibacakan, sementara tarian dan musik tetap dilarang oleh Taliban, yang berkuasa di negara itu sejak Agustus 2021. Kedua mempelai kemudian dibawa menggunakan mobil berhiaskan pita hijau dan bunga mawar plastik merah berbentuk hati.
Roohullah Rezayi (18) menjelaskan kepada kantor berita AFP bahwa dia tidak mampu mengadakan pernikahan tunggal.
“Pernikahan tradisional akan menelan biaya setidaknya 200.000 hingga 250.000 Afghan Afghani (sekitar Rp44-Rp55 juta), namun (upacara) ini hanya merogoh kocek antara 10.000 hingga 15.000 Afghan Afghani (sekitar Rp2,2-3,3 juta),” ujarnya.
Pemuda tersebut, yang merupakan anggota minoritas muslim Syiah Hazara dan berasal dari Provinsi Ghor, berpenghasilan hampir 350 Afghan Afghani per hari dengan melakukan pekerjaan serabutan.
“Kami mengundang 35 orang dari dua keluarga kami, kalau tidak 300 sampai 400 orang,” kata dia.
Bagi beberapa calon pengantin pria, penantian tersebut merupakan penantian yang panjang.
“Saya sudah menunggu hari ini selama tiga tahun,” kata Samiullah Zamani (23), seorang petani dari Provinsi Kabul.
“Saya tidak sabar untuk bertemu dengannya.”